Keuangan negara merujuk pada kapasitas ekonomi suatu negara dalam mengelola pendapatan, belanja, utang, dan cadangan devisa. Negara dengan keuangan paling rendah biasanya ditandai oleh Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita sangat kecil, tingkat utang tinggi, inflasi tak terkendali, dan ketergantungan pada bantuan luar negeri. Kondisi ini bukan sekadar soal angka, tapi juga menyangkut kesejahteraan penduduk, layanan publik, dan stabilitas politik. Beberapa negara terjebak dalam siklus kemiskinan karena konflik, korupsi, bencana alam, hingga buruknya tata kelola ekonomi.
Berikut adalah slot qris negara-negara dengan kondisi keuangan terendah di dunia, berdasarkan data terbaru dari IMF, World Bank, dan lembaga internasional lainnya.
1. Burundi
-
PDB per kapita: ± $240
-
Cadangan devisa: Sangat rendah
-
Kondisi: Negara di Afrika Timur ini memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang tinggi, disertai konflik politik dan keterbatasan akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan.
Faktor penyebab:
-
Ketergantungan tinggi pada pertanian subsisten
-
Krisis politik berkepanjangan
-
Akses minim terhadap perdagangan global
2. Sudan Selatan
-
PDB per kapita: ± $300
-
Tingkat inflasi: Sangat tinggi (hiperinflasi beberapa tahun terakhir)
-
Kondisi: Negara termuda di dunia ini sejak merdeka dari Sudan pada 2011 terus dilanda konflik bersenjata dan krisis pangan.
Faktor penyebab:
-
Ketidakstabilan keamanan
-
Infrastruktur rusak
-
Ketergantungan penuh pada minyak mentah
3. Madagaskar
-
PDB per kapita: ± $460
-
Utang luar negeri: Meningkat pasca pandemi
-
Kondisi: Meski kaya keanekaragaman hayati, Madagaskar tergolong negara termiskin karena rendahnya investasi dan sistem pemerintahan yang lemah.
Faktor penyebab:
-
Ketimpangan ekonomi
-
Korupsi struktural
-
Bencana alam yang sering menghantam
4. Yaman
-
PDB per kapita: ± $550
-
Status: Negara krisis kemanusiaan terburuk menurut PBB
-
Kondisi: Perang saudara sejak 2015 membuat ekonomi Yaman lumpuh total.
Faktor penyebab:
-
Blokade perdagangan
-
Kelangkaan BBM dan pangan
-
Infrastruktur hancur
5. Haiti
-
PDB per kapita: ± $800
-
Utang luar negeri: Tinggi dibanding PDB
-
Kondisi: Negara Karibia ini mengalami kombinasi buruk dari korupsi, bencana alam, dan intervensi politik asing.
Faktor penyebab:
-
Gempa bumi dan badai tropis
-
Pemerintahan tidak stabil
-
Ketergantungan pada bantuan luar negeri
6. Mozambik
-
PDB per kapita: ± $520
-
Masalah utama: Utang tersembunyi dan krisis utang negara
-
Kondisi: Meski memiliki potensi gas alam, negara ini kesulitan mengelola sumber daya akibat kasus korupsi besar-besaran.
Faktor penyebab:
-
Skandal utang gelap pada 2016
-
Ketimpangan wilayah
-
Ancaman terorisme di bagian utara
7. Democratic Republic of Congo (DRC)
-
PDB per kapita: ± $600
-
Cadangan alam: Melimpah (kobalt, emas, minyak)
-
Masalah: Ironisnya, DRC memiliki kekayaan alam luar biasa namun rakyatnya hidup dalam kemiskinan ekstrem.
Faktor penyebab:
-
Perang saudara dan kekerasan bersenjata
-
Eksploitasi asing dan penjarahan sumber daya
-
Korupsi sistemik di pemerintahan
Dampak dari Keuangan Negara Rendah
Negara dengan kondisi keuangan rendah umumnya menghadapi:
-
Kelangkaan layanan publik: Pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur sangat terbatas
-
Ketergantungan pada bantuan luar negeri: Termasuk dari IMF, Bank Dunia, dan LSM internasional
-
Risiko konflik sosial: Ketimpangan memicu kerusuhan dan kudeta
-
Kesulitan membayar utang: Sering masuk dalam daftar negara “debt distress”
Harapan di Tengah Krisis
Meski menghadapi tantangan besar, beberapa negara mulai menunjukkan tanda pemulihan dengan:
-
Reformasi pajak dan keuangan publik
-
Investasi di sektor energi dan pertanian
-
Bantuan pembangunan berkelanjutan (SDG)
-
Kerja sama ekonomi regional
Beberapa inisiatif internasional seperti Debt Service Suspension Initiative (DSSI) dan Relief Fund dari IMF juga memberi ruang napas bagi negara-negara ini untuk pulih.
Kesimpulan: Dari Krisis Menuju Transformasi?
BACA JUGA: Kenapa Nilai Dolar AS Turun di Akhir Mei 2025?
Keuangan negara yang rendah bukan akhir dari cerita. Banyak negara yang dulu terjebak dalam kemiskinan kini bangkit lewat kebijakan cerdas, pemerintahan bersih, dan inovasi sektor produktif. Yang dibutuhkan adalah komitmen jangka panjang, kerja sama global, dan kebijakan inklusif untuk membangun ekonomi yang tahan krisis dan mensejahterakan rakyatnya.