Media punya peran mutlak dalam politik, berfungsi sebagai penyampai informasi, pengawas pemerintah, dan penggerak opini publik. Media menjadi platform yang menyebarkan berita dan analisis berkenaan isu-isu politik yang sanggup membentuk pandangan masyarakat. Namun, di jaman digital ini, sarana terhitung menghadapi tantangan sungguh-sungguh berwujud disinformasi dan berita palsu yang sanggup menyebabkan kerusakan keyakinan publik. Ketika sarana digunakan untuk menyebarkan narasi yang bias atau menyesatkan, ia sanggup menjadi alat adu domba yang memperburuk polarisasi politik di masyarakat.
Menurut Bennett dan Livingston dalam jurnal mereka yang berjudul “The Disinformation Order: Disruptive Communication and the Decline of Democratic Institutions,” disinformasi sanggup menghancurkan institusi demokrasi bersama dengan cara mengganggu komunikasi publik yang jujur dan terbuka. Sering kali, aktor politik manfaatkan sarana untuk mengatur agenda publik bersama dengan cara yang menguntungkan seasidevolleyballclub.com mereka. Hal ini terutama nampak dalam sarana sosial, algoritma memperkuat konten yang paling memicu emosi, terlepas dari akurasinya.
Menurut Sunstein dalam bukunya “Republic: Divided Democracy in the Age of Social Media,” algoritma sarana sosial cenderung mempromosikan konten yang provokatif, yang pada gilirannya menaikkan polarisasi politik di kalangan masyarakat. Akibatnya, kita memandang meningkatnya ketegangan politik dan sosial yang didorong oleh pemberitaan yang tidak berimbang.
Lantas, dapat timbul pertanyaan baru, mengapa sarana sosial begitu berpengaruh dalam politik pas ini? Karena sebagian besar sarana sosial memberikan platform yang murah dan luas untuk menyebarkan Info tanpa filter. Di satu sisi, ini berarti lebih banyak suara yang sanggup didengar. Namun, di segi lain, ini terhitung memungkinkan penyebaran Info palsu dan manipulatif yang sanggup membingungkan pemilih.
Biasanya, berita palsu cenderung menyebar lebih cepat dan lebih luas daripada berita yang benar, terutama gara-gara lebih sering mengakibatkan reaksi emosional yang kuat. Ini mengakibatkan pertanyaan berkenaan bagaimana sarana sosial kudu diatur untuk meyakinkan bahwa Info yang disebarluaskan sanggup dipercaya. Salah satu pendekatan adalah menaikkan literasi sarana di kalangan masyarakat. Ini berarti mendidik publik berkenaan cara mengenali berita palsu dan menyadari bagaimana algoritma sarana sosial bekerja untuk menghambat manipulasi informasi.
Selain itu, perusahaan sarana sosial dan pemerintah terhitung kudu bekerja sama untuk mengembangkan kebijakan yang efektif dalam menanggulangi misinformasi tanpa mengorbankan kebebasan berbicara. Menurut Lewandowsky, Ecker, dan Cook dalam jurnal mereka yang berjudul “Beyond Misinformation: Understanding and Coping with the ‘Post-Truth’ Era,” kebijakan yang lebih ketat dan teknologi verifikasi fakta yang lebih canggih sangat mutlak untuk menanggulangi misinformasi.
Media, baik tradisional maupun digital, kudu mematuhi standar jurnalistik yang tinggi dan melindungi integritas dalam pelaporan. Media terhitung kudu lebih transparan berkenaan proses editorial mereka dan bagaimana mereka menanggulangi konflik kepentingan. Selain itu, mutlak untuk memperkuat regulasi yang mengatur kepemilikan sarana sehingga tidak tersedia monopoli yang sanggup mengontrol narasi politik secara sepihak.
Seperti yang diungkapkan McQuail dalam bukunya “McQuail’s Mass Communication Theory,” keseimbangan pada kebebasan pers dan regulasi yang ketat sangat mutlak untuk melindungi sarana selamanya menjadi pilar demokrasi yang sehat. Pada akhirnya, pembicaraan ini tidak dapat berakhir dalam pas dekat. Media kudu berfungsi sebagai penjaga demokrasi, bukan sebagai aktor yang memperparah perpecahan politik. Untuk itu, baik produsen maupun kastemer berita kudu bertanggung jawab.
Publik kudu menjadi pembaca yang kritis, pas sarana kudu melindungi etika jurnalistik dan mengusahakan menyajikan Info yang akurat dan tidak bias. Seperti yang dianjurkan oleh Ward dalam bukunya “Ethical Journalism in a Digital Age,” etika jurnalistik yang kuat dibutuhkan untuk menanggulangi tantangan di jaman digital ini dan untuk melindungi integritas media.